Khimar Ini
Karya : @ryu_ritsu
Minggu, 14 September 2014
Aku
masih termangu sambil menatap sehelai kain putih tebal nan lebar itu.
Sejujurnya aku ingin memakainya, namun hati ini bergejolak. Detik pertama, aku
enggan. Sedetik kemudian, aku ingin. Sebelumnya aku sudah memutuskan untuk
memakainya mulai esok. Tapi lagi-lagi suara-suara semu itu terngiang di telingaku.
“Kamu
yakin mau pakai? Aku nggak yakin deh bakalan cocok,”
“Kerudung
kayak gini cuma buat anak pesantren. Kita? Anak SMA biasa! Pakai paris juga
tutup aurat kok.”
“Yang
ada kamu kayak Ibu-ibu. Lagipula bakal susah dapet kerja, apalagi jodoh.”
“Kuno!
Kamu lebih cantik pake jeans ketat dan blus lengan pendek. Cantikmu bakal
terpancar, dijamin!”
Argh!
Aku memang takut itu akan terjadi padaku. Susah dapat kerja, jodoh, terlihat
seperti ibu-ibu, kuno...
Tapi
terkadang ketakutanku itu terkalahkan oleh rasa kagumku saat melihat seorang
wanita berjilbab syar’i. Entah mengapa, ia terlihat lebih anggun. Kerudungnya
berkibar saat angin lembut meniupnya. Membuat ia semakin terlihat cantik,
bagiku. Jilbab lebar warna merahnya seakan serasi dengan kerudung merah gelap
yang terulur begitu panjang sampai lutunya. Dan hati ini seakan terhipnotis
dengan penampilannya, ingin mencoba juga.
Ku
raih kain tebal warna putih penuh perjuangan itu dari tempat tidurku. Ya,
betapa sulit mendapatkan kain segiempat ini. Kehadirannya hampir sirna di
tengah-tengah maraknya kerudung tipis nan menerawang itu. Dan harganya tak
main-main, membuatku harus menabung ekstra untuk mendapatkannya. Namun aku tak
pernah merasa sesal saat berhasil memilikinya. Yang ada hanya rasa gembira dan
syukur.
Lagi-lagi
pikiran ini berlawanan kembali. Bagaimana jika aku tak pantas memakainya?
Bagaimana kalau nanti tak ada yang mau berteman denganku karena aku berubah?
Aku takut. Jujur, aku takut. Ini perubahan besar bagiku, dan tentunya bagi
teman-temanku yang lain.
“Sar!
Sari! Makan dulu Nak,” suara Ibu terdengar dari balik pintu kamarku.
Tanpa
basa-basi aku langsung bangun dan keluar dari kamar menuju ruang makan. Saat di
meja makan, aku langsung duduk dan segera menyantap makan siangku.
“Sari,
kamu tahu nggak, tadi si Kinan, anaknya Bu Eri, kena jambret.” kata Ibu sambil
duduk di depanku dan menuang air ke dalam gelasku.
Aku
hampir tersedak mendengar berita menyedihkan itu.
“Serius
Bu? Apa yang dijambret?”
“Tadi
sepulang sekolah, Kinan jalan kaki sendirian. Waktu dia lewat gang sempit itu,
tiba-tiba dia dijambret sama preman sekitar tempat itu. Gelang, cincin dan
kalungnya jadi korban. Untung saja Kinan tidak diperlakukan buruk oleh mereka,
karena sebelum Kinan hendak dibawa mereka, ada saksi dan langsung menolongnya.”
jelas Ibu.
“Astaghfirullah,
Innalillahi. Kasihan ya Kinan.”
“Makanya
Sar. Kamu harus jaga diri kamu baik-baik. Jangan menampakkan perhiasan kalau
jalan sendirian. Pokoknya harus hati-hati.” kata Ibu.
Aku
mengangguk sambil berpikir. Menyembunyikan perhiasan?
Seusai
makan dan mencuci piring, aku kembali ke kamar dan kembali berpikir. Kinan
memang anak yang cantik dan sengaja tidak berkerudung agar ia nampak cantik.
Ya, dia sendiri yang mengatakan itu padaku beberapa waktu lalu. Mungkin karena
ia tidak berpakaian menutup aurat dan berhias terlalu banyak, ia jadi korban
penjambretan. Ya Allah, sekarang aku mengerti kenapa Muslimah harus berjilbab
syar’i.
Tapi
aku masih butuh penjelasan lain.
*
* *
Akhirnya
selesai juga tugas Bahasa Indonesia. Mumpung masih sore, aku segera membuka tab
baru dan membuka akun FaceBook-ku. Ya, hanya untuk memeriksa beberapa
pemberitahuan dan grup kelas.
Tiba-tiba
aku menemukan sebuah postingan milik seorang temanku, Alisa. Judulnya membuatku
merinding.
Berjilbablah sekarang – Kita tak pernah tahu
sampai kapan kita hidup.
Cukup
singkat, sehingga aku tertarik untuk membacanya.
Yaa saudariku. Yuk kita segerakan berjilbab
syar’i. Kenapa? Kamu belum siap?Oke. Mungkin kamu siap setelah kamu lulus SMA.
Atau mungkin setelah kamu lulus kuliah. Jangan-jangan kamu berniat untuk pakai
jilbab setelah menikah?
Dear, apa yang kita
rencanakan, hanya Allah yang tentukan. Contohnya, besok kita berencana datang
ke rumah teman untuk meminjam buku. Qadarullah setiba di sana dia tidak ada,
sementara buku yang akan kita pinjam harus segera kita pakai. Atau mungkin
besok kita berencana untuk pergi ke sekolah. Qadarullah kita mengalami
kecelakaan saat berangkat (na’udzubillahi min dzalik).
Kita tak pernah tahu apa
yang akan terjadi pada kita sedetik kemudian. Ya kan? Ada beberapa hal yang
tidak bisa kita kendalikan, termasuk usia. Begitu pula dengan berjilbab. Ada
kalanya besok kita tak punya kesempatan untuk berjilbab, sementara rambut ini
masih tergerai bebas untuk dilihat ajnabi saat ini.
Dear, jangan biarkan
kain kafan nan putih sebagai hijab pertama kita. Mumpung kita masih hidup,
masih bernafas, masih bergerak, yuk. Yuk sama-sama berjilbab. Biarkan kain
lebar nan tebal menutupi tubuh indah kita. Ingat, bukan membalut. Tapi menutup.
Semoga Allah memudahkan kita semua untuk menjadi lebih baik. Aamiin.
Oke, dadaku sekarang
berdegup kencang setelah membacanya. Memang bukan cerita mistis atau horor,
tapi tulisan Alisa membuatku merinding ketakutan. Dia benar. Dia benar. Aku
bahkan tidak tahu sampai kapan aku hidup!
Aku
buru-buru mematikan komputerku dan menghampiri kain putih segiempat yang sudah
ku lipat rapi itu.
Wahai
pikiran. Mohon jangan buat aku ragu lagi. Aku ingin melaksanakan perintah Allah
yang satu ini. Tolong jangan pikirkan hal-hal negatif lain yang terus saja
memutari kepalaku.
Dan
dengan sekuat tenaga ku yakinkan diriku sendiri untuk mencoba kain khimar ini.
Ku bentangkan kain itu di atas tempat tidurku, lalu kulipat ujungnya sedikit.
Sambil menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya, aku angkat kain itu dan
aku pakai di atas kepalaku.
Aku
buru-buru menghampiri cermin dan segera merapikan khimarku. Ku sematkan peniti
di bawah dagu. Lalu ku pakai sesuai dengan tutorial khimar syar’i yang pernah
ku baca di sebuah fanspage jilbab
syar’i.
Setelah
ku rapikan, aku hampir tak percaya dengan bayangan cermin yang ku lihat. Siapa
dia? Apakah dia aku?
Aku
masih diam sambil menatap cermin. Dan sedetik kemudian aku sadar. Betapa nyaman
berkerudung seperti ini. Seperti perisai yang melindungiku dari sentuhan jahat.
Seperti benteng kokoh yang melindungiku dari pandangan-pandangan haram para
lelaki. MasyaaAllah. Betapa indah perasaan yang ku rasa sekarang.
Tak
sadar aku tersenyum bahagia. Bahagia karena akhirnya Allah tunjukkan sebuah
hidayah padaku. Membukakan pintu hidayah untukku.
Khimar
ini, takkan pernah ku lepas.
MasyaaAllah, cerpennya seru..
BalasHapusMenginspirasi banget :D :)
Aiih ada Astiii :DD Jazakillahu khairan udah mampir ke blog ini :'') Alhamdulillah, seneng dengernya :DD
Hapus