Lets Be A True Muslimah!

Muslimah adalah perhiasan, maka tutuplah aurat sesuai syar'i. Jadilah Muslimah sejati!

Hari gini Pacaran?

Muslimah harus anti Pacaran! Yuk jadi Jomblo Mulia sebelum halal :')

Yuk Pakai Pakaian Syar'i ^^

Pakaian Syar'i layaknya perisai yang melindungi kita dari serangan mata ajnabi.

Tutup aurat, sebelum terlambat

Betapa mengerikannya dosa-dosa bagi wanita Muslim yang tidak menutup aurat secara sempurna.

Jilbab syar'i, bukti cinta Allah pada Muslimah

Jilbab syar'i tidak memberatkan, justru melindungi dan sebagai tanda belajar taat pada Allah.

Selasa, 16 September 2014

Bangun Cinta

Bangun Cinta
Karya : @ryu_ritsu
Senin, 15 September 2014

          Jatuh cinta pada pandangan pertama. Dan ini adalah rasa cinta pertamaku pada laki-laki.
          Entah mengapa. Padahal aku tidak berharap bisa merasakan hal ini di tempat seperti ini. Saat ini aku sedang berada di terminal untuk menunggu adikku yang sedang dalam perjalanan pulang dari Surabaya. Dan ketika aku hendak membeli minum untuk menghilangkan dahaga, aku bertemu laki-laki itu.
          Bagaimana bisa semudah ini aku jatuh cinta?
          Dia biasa saja. Tidak parlente, pun tidak terlalu berantakan. Dia sederhana dengan kemeja lengan pendek bergaris dan celana hitam yang tidak isbal. Ia menggendong sebuah ransel hitam besar, seperti akan melakukan perjalanan jauh. Siapa dia?
          Dan apa yang membuat aku jatuh cinta padanya?
          Beberapa menit lalu dia menghampiriku malu-malu. Wajahnya sedikit tertunduk sambil terus menatap kertas yang digenggamnya. Lalu ia membuka suara sebelum aku mulai kebingungan.
          “Assalamu’alaikum. Mbak, maaf, saya mau tanya. Bus ke Surabaya berangkat jam berapa ya? Saya lupa.”
          Aku terdiam lima detik, lalu segera menjawab, “Maaf, Mas. Saya kurang tahu, soalnya saya hanya sedang menunggu adik saya dari Surabaya.”
          Dia mengangkat wajahnya sambil tersipu, lalu menggaruk-garuk kepalanya.
          “Oh, maaf ya Mbak. Terima kasih. Wassalamu’alaikum.”
          “Wa’alaikum salam.” Lalu dia pergi.
          Begitu singkat. Namun membekas. Ya Allah, aku tahu ini tidak baik. Tapi bagaimana harus ku hadapi rasa yang tiba-tiba muncul ini? Aku seakan terjerat dalam cinta pandangan pertama.
          Oke, ku rasa cukup. Aku tahu ini wajar. Tapi jika diteruskan ini akan menjadi racun dalam hati. Sekarang aku cukup berdo’a saja.
          Jika lelaki itu memang takdirku, aku tak ingin jatuh cinta. Namun aku ingin bangun cinta.
* * *
          Siapa dia?
          Sungguh aneh jika rasa itu tiba-tiba datang setelah aku menanyakan jadwal keberangkatan bus. Ya, aku tahu bahwa cinta bisa datang kapan saja. Tapi, di terminal? Dengan wanita yang bahkan aku tidak tahu siapa dia?
          Allahua’lam. Allah bisa lakukan apa saja yang Dia mau. Yang Dia Kehendaki. Bahkan sesuatu yang tidak pernah kita duga. Namun aku tak pernah menyangka kalau aku ditakdirkan untuk merasakannya sekarang.
          Semudah inikah aku merasa cinta?
          Saat aku kebingungan dan lupa dengan jadwal keberangkatan bus yang harus kutumpangi, tiba-tiba saja hati ini memintaku untuk bertanya pada wanita berjilbab hitam yang tengah membeli minum di sebuah toko. Aku tak pernah ada maksud apapun selain ingin bertanya saat menghampirinya.
          Sambil mengumpulkan keberanian, aku mencoba bertanya pada wanita yang mulai kebingungan itu. Dan suara ini seperti mau habis saat tak sengaja melihat wajahnya dalam jarak yang cukup jauh. Aku segera menunduk sambil menatap kertas yang ku genggam sedari tadi.
          “Assalamu’alaikum. Mbak, maaf, saya mau tanya. Bus ke Surabaya berangkat jam berapa ya? Saya lupa.”
          Wanita itu terdiam beberapa saat, lalu akhirnya menjawab,
          “Maaf, Mas. Saya kurang tahu, soalnya saya hanya sedang menunggu adik saya dari Surabaya.”
          Astaghfirullah. Seharusnya aku sadar kalau dia bukan penumpang bus. Lihat saja, dia hanya membawa tas jinjing. Tak ada bawaan besar di sekitarnya. Aku harus segera meminta maaf dan pergi, karena aku sendiri takut kalau terus berlama-lama dengannya.
          “Oh, maaf ya Mbak. Terima kasih. Wassalamu’alaikum.” ucapku sambil menggaruk-garuk kepala yang tentu saja tidak gatal. Lalu aku segera pergi dari hadapannya.
          Samar-samar aku mendengar balasan salamnya padaku.
          Setelah berhasil mengetahui jadwal keberangkatan bus ke Surabaya, aku segera duduk di kursi tunggu. Wanita itu tak jauh dari tempatku duduk, dan dia masih menunggu.
          Aku tahu ini terlalu mendadak. Tapi aku yakin aku memang merasakan hal aneh dan luar biasa di hati ini. Benar, aku jatuh cinta.
          Kalau memang Allah mempertemukan kami lagi, aku rasa aku tidak boleh terjebak terus dalam lubang cinta. Tapi aku harus bangkit. Meminta Allah untuk meyakinkanku, lalu bangun cinta yang halal.

* * *


Senin, 15 September 2014

Milad

Milad
Karya : @ryu_ritsu
Selasa, 22 April 2014


          Seperti biasa sepulang sekolah, Evi mampir dulu ke masjid Al-Karim yang berada di sebelah sekolahnya, untuk melaksanakan sholat Dzuhur. Prinsipnya sangat kuat, harus sholat di awal waktu, tepat setelah adzan selesai berkumandang.
          Saat berada di depan sekolah, ia berhenti sejenak untuk melihat sesuatu yang sedang terjadi tepat di dekat gerbang samping sekolah. Ia melihat ada beberapa siswi yang sedang melempari seorang siswi dengan tepung dan telur. Evi bergidik melihatnya. Dalam hati ia kesal melihat hal itu. Ulang tahun bukan sesuatu yang harus dirayakan. Apalagi kalau dirayakannya dengan hal mubazir seperti itu.
          “Evi, mau ke masjid ya?” Tiba-tiba Evi mendengar suara yang ia kenal tak jauh dari tempat ia berdiri. Kiki, teman sekelasnya.
          “Eh, iya Ki. Mau ikut?” tanya Evi.
          “Nggak ah, aku mau sholat di rumah aja. Lagian, aku mau ke pasar dulu. Beli titipan Ibu.” jawab Kiki sambil tersenyum.
          “Oh gitu Iya deh.” ujar Evi sambil mengangkat bahunya.
          “Eh Vi, kamu lihat nggak tuh, ada yang lagi dapet sureprise ulang tahun?” tanya Kiki sambil melirik ke arah kumpulan siswi yang sedang pesta terigu.
          “Iya. Mubazir banget deh. Mending terigu sama telornya dibuat dadar.” ujar Evi tenang.
          “Haha. Tapi seru loh, Vi. Artinya ada yang perhatian sama kita.” kata Kiki.
          “Seru gimana? Dosa iya.” celetuk Evi.
          “Duuilee mode Bu Ustadz-nya kambuh lagi euy hehe. Ya udah atuh, aku pamit duluan ya. Sampe ketemu besok.” kata Kiki sambil melanjutkan langkah lebarnya.
          “Hehe. Oke, hati-hati Ki.”
          Setelah Kiki pergi, Evi kembali melanjutkan langkahnya menuju masjid.
* * *
          Pagi ini, Evi baru tiba di kelas. Ia melihat Kiki dan Safia sedang membaca sebuah buku yang agak besar di mejanya.
          “Assalamu’alaikum.” sapa Evi sambil duduk di bangkunya, tidak jauh dari Kiki dan Safia. 
          “Wa’alaikum salam, Evi.” sahut mereka tanpa mengalihkan pandangan dari buku besar itu.
          “Kok pada serius banget? Ada apa sih?” tanya Evi penasaran saat sedang melepas ranselnya dan meletakkannya di bangkunya.
          “Ini lho, Safia disuruh Bu Erna untuk rekap data dari buku ini. Kita mau lihat tanggal lahir anak-anak.” ujar Kiki.
          “Hmm gitu.” kata Evi tanpa mendekati mereka berdua, malah ia segera duduk dan membuka tasnya untuk mengambil buku paketnya.
          Beberapa lama kemudian, Safia bersorak seperti menemukan sesuatu.
          “Hei, hei Ki. Bentar lagi Evi ulang tahun!” seru Safia, membuat Evi mengalihkan pandangannya ke arah Safia dan Kiki.
          “Eh? Mana?” tanya Kiki penasaran, tanpa sadar telah diperhatikan oleh Evi dengan penuh selidik.
          “Nih. Evita Syakira Lubis. 22 April 1996.” jawab Safia sambil menegok ke arah Evi yang wajahnya mulai linglung.
          “Loh memang kenapa kalau bentar lagi aku ulang tahun?” tanya Evi.
          “Ngng... Yang pasti kita minta traktir. Ya kan, Saf?” ujar Kiki sambil terkikik.
          Evi terdiam. Evi sudah bertekad tidak ingin merayakan ulang tahunnya. Ulang tahun bukan sesuatu yang dirayakan. Seharusnya itu jadi hari di mana ia harus bermuhasabbah, dan mengingat kalau usianya berkurang setahun. Bukan untuk bersenang-senang.
          Tapi sulit baginya untuk mejelaskannya pada mereka. Mereka tidak akan mendengar.
          “Cieee yang bentar lagi ulang tahun, dapet traktiran ihiw!” ujar Safia.
          Evi tetap diam.
          “Udah ah jangan godain Evi, nanti mode Bu Ustadz-nya kambuh loh. Udah sana rekap datanya.” kata Kiki sambil berdiri dan berjalan keluar kelas.
          “Loh, katanya mau bantuin aku?! Huh dasar Kikong.” ketus Safia merasa dibohongi.
          Evi menoleh ke arah Safia karena tertarik untuk membantunya.
          “Aku bantuin ya Saf.” kata Evi sambil berdiri dan berjalan mendekati Safia.
          “Eh? Boleh, Vi. Makasih ya.”
          Saat membantu merekap data, tiba-tiba muncul ide di benak Evi untuk memberitahu Safia tentang hari ulang tahunnya.
          “Saf, tolong ya jangan lakukan apapun ke aku pas hari ulang tahunku nanti. Entah itu kasih kado, kejutan atau minta traktiran. Ya?” kata Evi agak pelan.
          “Loh, kok gitu Vi?” tanya Safia heran.
          “Aku nggak suka.” jawab Evi singkat.
          “Oh, gitu. Iya deh Vi. Lagian tadi kita juga bercanda kok.” ujar Safia yang mengerti maksud Evi.
          “Makasih ya Saf.” kata Evi sambil tersenyum.
          “Oke, sama-sama.”
* * *
          Hari sebelum hari ulang tahun Evi.
          “Evi, kamu udah mau pulang belum?” tanya Kiki yang duduk sebangku dengan Evi.
          “Iya, Ki. Aku mau pulang, tapi ke masjid dulu. Ada apa?” tanya Evi.
          “Ooooh, nggaaaak. Cuma mau mastiin aja. Ya udah deh hati-hati ya Evi!” kata Kiki sambil tersenyum.
          Setelah Evi keluar dari kelas untuk pulang, Kiki segera mencegat teman-teman perempuannya untuk tidak keluar kelas terlebih dahulu. Sementara yang laki-laki boleh pulang.
          “Ada apa sih Ki?” sorak siswi sekelas.
          “Besok Evi ulang tahun loooooh! Kasih kejutan yuuuuuk!” seru Kiki di depan kelas.
          “Iya gitu? Yuuuuk!” sahut mereka serempak, kecuali Safia.
          “Kejutan apa Ki?” tanya seorang siswi.
          “Apa ya? Tepung telor kopi yuk!” jawab Kiki bersemangat.
          “Jangan!” seru Safia tiba-tiba, membuat kelas menjadi hening.
          “Kok jangan? Kenapa?” tanya Kiki heran.
          “Nanti Evi marah loh. Evi kan nggak suka digituin.” jawab Safia dengan nada cemas.
          “Ya elah, cuma kejutan kali, kenapa harus marah? Itu kan tanda kita solid sama dia, kita kan temen sekelasnya. Ya nggak sih?” ujar Kiki.
          “Betul tuh kata Kiki!” sahut siswi lain.
          “Duh, aku udah kasih tahu kamu ya. Kalo Evi marah, aku nggak ikutan lho. Pokoknya aku nggak mau ikutan.” kata Safia sambil menggendong tasnya.
          “Kok kamu gitu sih Saf? Nggak ada kebersamaannya!” ketus Kiki kesal.
          Sontak seluruh siswi menyoraki Safia yang hendak keluar dari kelas.
          “Ya udah lah, biarin aja si Safia. Nah sekarang kita mau patungan berapa-berapa buat beli tepung, terigu sama kopi?”
* * *
          Evi merasa aneh. Semua siswi sekelasnya tidak ada yang menyahutinya hari ini, bahkan Kiki yang duduk di sampingnya juga begitu. Hanya Safia yang mau diajak berbicara oleh Evi. Tapi kemarin malam Kiki meminta Safia untuk tidak membocorkan rahasia kejutan  Evi melalui SMS. Dengan terpaksa Safia mengiyakan, ia takut dimusuhi teman-temannya. Membuat Safia bimbang.
          “Saf, kok anak perempuan nggak ada yang nengok ya kalo aku panggil?” tanya Evi pada Safia saat di kantin.
          Safia hanya mengangkat bahu. Pura-pura tidak tahu.
          “Hmm... Jangan-jangan ada hubungannya sama ulang tahun aku hari ini.” keluh Evi sambil meminum es jeruknya.
          Safia hanya diam. Ia takut keceplosan.
          Di jam pelajaran terakhir, tiba-tiba Kiki menyentuh bahu Evi. Ia hendak membisikkan sesuatu.
          “Ada apa Ki?” tanya Evi yang heran tiba-tiba Kiki mengajak bicara.
          “Nanti pulang sekolah temenin aku ke pasar ya. Sekalian aku traktir makan deh.” bisik Kiki.
          “Tapi ke masjid dulu ya.” kata Evi sambil tersenyum.
          “Iya deh,” jawab Kiki sambil kembali ke posisinya semula.
          Sebenarnya Evi merasa curiga dengan sikap Kiki. Namun ia tidak mau berprasangka buruk.
          Jam pelajaran terakhir selesai dengan ditandai bel pulang yang berbunyi. Evi segera mengemasi barang-barangnya dan bersiap menuju masjid Al-Karim.
          Saat Evi hendak keluar kelas, tiba-tiba Kiki berlari mendekati Evi.
          “Evi, jangan cepet-cepet dong, aku kan lagi beres-beres buku.” ujar Kiki agak kesal.
          “Hehe, maaf ya.” kata Evi.
          Mereka berdua berjalan beriringan, namun tiba-tiba Kiki menghentikan langkahnya di dekat gerbang samping.
          “Eh Vi, bentar deh.” ujar Kiki yang sedang berakting.
          “Kenapa Ki?” tanya Evi heran.
          Tiba-tiba Kiki mendorong Evi keluar dari gerbang dengan sekuat tenaga. Siswi yang sudah standby di samping gerbang sisi luar langsung menyiram Evi dengan air larutan kopi sambil berteriak girang.
          Lalu datang lagi siswi lain yang hendak menyiram Evi dengan seperempat kilo tepung dan memecahkan lima butir telur busuk di atas kepala Evi.
          “SELAMAT ULANG TAHUN EVI!!!”
          Evi yang tadi menutup mata dan tidak bisa berbuat apa-apa akhirnya membuka mata. Ia benar-benar terkejut saat melihat kerudung dan seragamnya kotor, basah dan bau. Hatinya kesal dan sangat marah. Dan seketika air matanya mengalir. Bukan karena terharu, tapi karena terlalu marah.
          “Evi? Nangis ya?” tanya Kiki sambil mendekati Evi.
          “Kalian jahat banget sih! Kenapa kalian nyiram aku kayak gini?! Pake telor busuk lagi?! Sekarang gimana aku mau pulang?!” pekik Evi lantang.
          “Kan kamu lagi ulang tahun Vi, wajar kan?” tanya seorang siswi yang berdiri di samping Kiki.
          “Aku nggak suka diginiin! Ulang tahun tuh nggak perlu dirayakan! Kalian harus tahu!” pekik Evi tanpa peduli itu menyinggung hati teman-temannya atau tidak. Emosi sedang menguasai hatinya.
          “Astaghfirullah, aku bener-bener marah sama kalian.” kata Evi sambil berusaha membersihkan kuning telur yang ada di atas kepalanya, dan ia hampir muntah saat mencium baunya.
          “Vi, maafin aku dan temen-temen ya. Sebenarnya Safia udah kasih tahu kita, tapi... Ngng... Ya udah aku anter kamu pake sepeda motor ya?” kata Kiki.
          “Ya udah,” sahut Evi jutek.
          Lalu Kiki pergi ke rumahnya yang tidak jauh dari sekolah. Sementara teman-teman yang lain membantu Evi membersihkan telur busuk yang masih menempel di pakaian Evi.
          Evi benar-benar malu dan kesal diperlakukan seperti itu. Tapi sejujurnya ia sudah memaafkan teman-temannya.
* * *
          Kiki menyusuri koridor sekolah dengan lemas. Ia takut kejadian kemarin membuat Evi membencinya dan tidak mau duduk dengannya lagi. Dan sebenarnya Kiki takut berangkat sekolah, ia takut Evi memakinya seperti kemarin.
          Saat sampai di kelas, ia melihat Evi sedang duduk di bangkunya sambil membaca buku Kimia. Dengan perlahan Kiki melangkahkan kaki ke arah Evi.
          “Ng... Assalamu’alaikum, Evi.” salam Kiki sambil berusaha tersenyum pada Evi.
          “Wa’alaikum salam,” sahut Evi dengan nada datar dan cepat, tanpa mengalihkan pandangannya dari bukunya.
          “Vi, jangan marah dong. Maafin aku ya. Aku nyesel banget.” kata Kiki memohon, sambil menundukkan kepalanya.
          Evi tak bergeming.
          “Vi, please, maafin aku dan temen-temen. Aku bener-bener nyesel.”
          Evi mendongakkan kepalanya untuk melihat Kiki. Ia melihat Kiki tertunduk dan air matanya menggenang di pelupuk matanya. Evi jadi iba dan menghampiri Kiki.
          “Nggak apa-apa kok Ki. Aku udah maafin kamu dan yang lain. Aku juga minta maaf udah marah-marah sama kalian kemarin. Aku bener-bener marah karena kalian nyiram aku pake air yang kotor.” kata Evi sambil merangkul Kiki yang hampir menangis.
          “Makasih ya Evi.” kata Kiki sambil menghapus air matanya yang sudah menetes.
          “Jangan nangis ya Ki.”
          “Aku sadar Vi, yang kemarin itu emang mubazir banget. Kita buang-buang terigu dan kopi. Padahal masih banyak orang di sana yang pengen makan aja susah banget.” kata Kiki tiba-tiba.
          “Alhamdulillah deh kalo kamu sadar. Selain itu, kita nggak perlu ngerayain ulang tahun. Coba deh kita pikir, setiap ulang tahun, umur kita bisa jadi bertambah. Tapi, bukannya kita malah semakin dekat dengan kematian kita? Sebaiknya ulang tahun kita jadikan hari untuk bermuhasabbah, apa yang sudah kita lakukan selama ini? Apakah amal kita selama ini akan mampu menyelamatkan diri kita dari siksa api neraka?”
          Evi akhirnya lega bisa menyampaikan hal itu pada Kiki.
          “Kamu betul Vi. Astaghfirullah, aku bener-bener khilaf kemarin. Maafin aku ya.” kata Kiki sambil tersenyum.
          “Aku udah maafin kamu kok. Aku seneng deh kalo kamu sadar.” kata Evi.
          Tiba-tiba Safia yang baru tiba di kelas langsung menghampiri Evi dan Kiki.
          “Oi ada apa nih pagi-pagi? Ehem, udah damai nih.” celetuk Safia sambil tertawa riang, ciri khasnya.
          “Damai? Emangnya...?”
          “Iya, Vi. Semalem Kiki curhat sama aku lewat SMS. Ampun deh, dia sampe nangis-nangis gitu pas aku telpon. Aku suruh aja dia minta maaf sama kamu. Alhamdulillah deh kalo kamu mau maafin Kiki. Padahal tadinya aku pengen SMS kamu untuk nggak maafin Kiki, supaya ada perang gitu di kelas.” gurau Safia.
          “Iiih Safia!” geram Kiki sambil mencubit Safia dengan jenaka.
          “Ampuuun Kikooong, ampuuun...”
          Evi tertawa melihat tingkah lucu kedua temannya yang saling mencubit.

* * *


Khimar Ini

Khimar Ini
Karya : @ryu_ritsu
Minggu, 14 September 2014


          Aku masih termangu sambil menatap sehelai kain putih tebal nan lebar itu. Sejujurnya aku ingin memakainya, namun hati ini bergejolak. Detik pertama, aku enggan. Sedetik kemudian, aku ingin. Sebelumnya aku sudah memutuskan untuk memakainya mulai esok. Tapi lagi-lagi suara-suara semu itu terngiang di telingaku.
          “Kamu yakin mau pakai? Aku nggak yakin deh bakalan cocok,”
          “Kerudung kayak gini cuma buat anak pesantren. Kita? Anak SMA biasa! Pakai paris juga tutup aurat kok.”
          “Yang ada kamu kayak Ibu-ibu. Lagipula bakal susah dapet kerja, apalagi jodoh.”
          “Kuno! Kamu lebih cantik pake jeans ketat dan blus lengan pendek. Cantikmu bakal terpancar, dijamin!”
          Argh! Aku memang takut itu akan terjadi padaku. Susah dapat kerja, jodoh, terlihat seperti ibu-ibu, kuno...
          Tapi terkadang ketakutanku itu terkalahkan oleh rasa kagumku saat melihat seorang wanita berjilbab syar’i. Entah mengapa, ia terlihat lebih anggun. Kerudungnya berkibar saat angin lembut meniupnya. Membuat ia semakin terlihat cantik, bagiku. Jilbab lebar warna merahnya seakan serasi dengan kerudung merah gelap yang terulur begitu panjang sampai lutunya. Dan hati ini seakan terhipnotis dengan penampilannya, ingin mencoba juga.
          Ku raih kain tebal warna putih penuh perjuangan itu dari tempat tidurku. Ya, betapa sulit mendapatkan kain segiempat ini. Kehadirannya hampir sirna di tengah-tengah maraknya kerudung tipis nan menerawang itu. Dan harganya tak main-main, membuatku harus menabung ekstra untuk mendapatkannya. Namun aku tak pernah merasa sesal saat berhasil memilikinya. Yang ada hanya rasa gembira dan syukur.
          Lagi-lagi pikiran ini berlawanan kembali. Bagaimana jika aku tak pantas memakainya? Bagaimana kalau nanti tak ada yang mau berteman denganku karena aku berubah? Aku takut. Jujur, aku takut. Ini perubahan besar bagiku, dan tentunya bagi teman-temanku yang lain.
          “Sar! Sari! Makan dulu Nak,” suara Ibu terdengar dari balik pintu kamarku.
          Tanpa basa-basi aku langsung bangun dan keluar dari kamar menuju ruang makan. Saat di meja makan, aku langsung duduk dan segera menyantap makan siangku.
          “Sari, kamu tahu nggak, tadi si Kinan, anaknya Bu Eri, kena jambret.” kata Ibu sambil duduk di depanku dan menuang air ke dalam gelasku.
          Aku hampir tersedak mendengar berita menyedihkan itu.
          “Serius Bu? Apa yang dijambret?”
          “Tadi sepulang sekolah, Kinan jalan kaki sendirian. Waktu dia lewat gang sempit itu, tiba-tiba dia dijambret sama preman sekitar tempat itu. Gelang, cincin dan kalungnya jadi korban. Untung saja Kinan tidak diperlakukan buruk oleh mereka, karena sebelum Kinan hendak dibawa mereka, ada saksi dan langsung menolongnya.” jelas Ibu.
          “Astaghfirullah, Innalillahi. Kasihan ya Kinan.”
          “Makanya Sar. Kamu harus jaga diri kamu baik-baik. Jangan menampakkan perhiasan kalau jalan sendirian. Pokoknya harus hati-hati.” kata Ibu.
          Aku mengangguk sambil berpikir. Menyembunyikan perhiasan?
          Seusai makan dan mencuci piring, aku kembali ke kamar dan kembali berpikir. Kinan memang anak yang cantik dan sengaja tidak berkerudung agar ia nampak cantik. Ya, dia sendiri yang mengatakan itu padaku beberapa waktu lalu. Mungkin karena ia tidak berpakaian menutup aurat dan berhias terlalu banyak, ia jadi korban penjambretan. Ya Allah, sekarang aku mengerti kenapa Muslimah harus berjilbab syar’i.
          Tapi aku masih butuh penjelasan lain.
* * *
          Akhirnya selesai juga tugas Bahasa Indonesia. Mumpung masih sore, aku segera membuka tab baru dan membuka akun FaceBook-ku. Ya, hanya untuk memeriksa beberapa pemberitahuan dan grup kelas.
          Tiba-tiba aku menemukan sebuah postingan milik seorang temanku, Alisa. Judulnya membuatku merinding.
          Berjilbablah sekarang – Kita tak pernah tahu sampai kapan kita hidup.
          Cukup singkat, sehingga aku tertarik untuk membacanya.
         
          Yaa saudariku. Yuk kita segerakan berjilbab syar’i. Kenapa? Kamu belum siap?Oke. Mungkin kamu siap setelah kamu lulus SMA. Atau mungkin setelah kamu lulus kuliah. Jangan-jangan kamu berniat untuk pakai jilbab setelah menikah?
          Dear, apa yang kita rencanakan, hanya Allah yang tentukan. Contohnya, besok kita berencana datang ke rumah teman untuk meminjam buku. Qadarullah setiba di sana dia tidak ada, sementara buku yang akan kita pinjam harus segera kita pakai. Atau mungkin besok kita berencana untuk pergi ke sekolah. Qadarullah kita mengalami kecelakaan saat berangkat (na’udzubillahi min dzalik).
          Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi pada kita sedetik kemudian. Ya kan? Ada beberapa hal yang tidak bisa kita kendalikan, termasuk usia. Begitu pula dengan berjilbab. Ada kalanya besok kita tak punya kesempatan untuk berjilbab, sementara rambut ini masih tergerai bebas untuk dilihat ajnabi saat ini.
          Dear, jangan biarkan kain kafan nan putih sebagai hijab pertama kita. Mumpung kita masih hidup, masih bernafas, masih bergerak, yuk. Yuk sama-sama berjilbab. Biarkan kain lebar nan tebal menutupi tubuh indah kita. Ingat, bukan membalut. Tapi menutup. Semoga Allah memudahkan kita semua untuk menjadi lebih baik. Aamiin.

          Oke, dadaku sekarang berdegup kencang setelah membacanya. Memang bukan cerita mistis atau horor, tapi tulisan Alisa membuatku merinding ketakutan. Dia benar. Dia benar. Aku bahkan tidak tahu sampai kapan aku hidup!
          Aku buru-buru mematikan komputerku dan menghampiri kain putih segiempat yang sudah ku lipat rapi itu.
          Wahai pikiran. Mohon jangan buat aku ragu lagi. Aku ingin melaksanakan perintah Allah yang satu ini. Tolong jangan pikirkan hal-hal negatif lain yang terus saja memutari kepalaku.
          Dan dengan sekuat tenaga ku yakinkan diriku sendiri untuk mencoba kain khimar ini. Ku bentangkan kain itu di atas tempat tidurku, lalu kulipat ujungnya sedikit. Sambil menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya, aku angkat kain itu dan aku pakai di atas kepalaku.
          Aku buru-buru menghampiri cermin dan segera merapikan khimarku. Ku sematkan peniti di bawah dagu. Lalu ku pakai sesuai dengan tutorial khimar syar’i yang pernah ku baca di sebuah fanspage jilbab syar’i.
          Setelah ku rapikan, aku hampir tak percaya dengan bayangan cermin yang ku lihat. Siapa dia? Apakah dia aku?
          Aku masih diam sambil menatap cermin. Dan sedetik kemudian aku sadar. Betapa nyaman berkerudung seperti ini. Seperti perisai yang melindungiku dari sentuhan jahat. Seperti benteng kokoh yang melindungiku dari pandangan-pandangan haram para lelaki. MasyaaAllah. Betapa indah perasaan yang ku rasa sekarang.
          Tak sadar aku tersenyum bahagia. Bahagia karena akhirnya Allah tunjukkan sebuah hidayah padaku. Membukakan pintu hidayah untukku.
          Khimar ini, takkan pernah ku lepas.

* * *


Training Motivasi "Muslimah Hijrah" HSJI 2014 Untirta

Bismillah

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokaatuh ^^

Alhamdulillah, hari Sabtu tanggal 13 September 2014 lalu Ryu menghadiri sebuah acara bermanfaat yaitu Training Motivasi Muslimah yang bertemakan “Muslimah Hijrah”. Acara ini merupakan rangkaian acara HSJI atau Hari Solidaritas Jilbab Internasional 4 September yang diadakan oleh Lembaga Dakwah seluruh Fakultas dan LDK Baabussalam Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang Banten.

Acara ini mendatangkan seorang penulis buku Ade Rindu. Ryu sih sebenarnya baru kenal dengan Kak Ade Rindu ini, tapi setelah mengikuti acara ini, ternyata orangnya keren dan sangat inspiratif. ^^

Kak Ade Rindu menjawab beberapa pertanyaan peserta


Di acara ini beliau menyampaikan beberapa hal penting mengenai Muslimah yang ingin dan harus berhijrah menjadi lebih baik. Beberapa poin yang bisa Ryu tangkap InsyaaAllah akan Ryu paparkan untuk para pembaca blog Ryu.

Setiap Muslimah harus hijrah menjadi lebih baik. Hijrah di sini bukan berarti pindah tempat lho, namun yang dimaksud berhijrah di sini adalah hijrah hati. Menempatkan Allah di dalam hati melebihi hal lain. Jika Allah selalu berada di hati kita, maka hidup kita InsyaaAllah lebih tenang dan terasa lebih mudah.

Berjilbab syar’i merupakan suatu keharusan bagi Muslimah. Kita harus menutup tubuh kita dengan pakaian sesuai syari’at sesuai dengan QS. An-Nuur ayat 31 dan QS. Al-Ahzaab ayat 59. Janganlah peduli dengan mereka yang menghina jilbab kita, tutuplah telinga atas kata-kata menyakitkan mereka tentang pakaian kita. Karena, hidup adalah bagaimana Allah menilai kita, bukan bagaimana mereka menilai kita.

Kurang lebih seperti itu yang disampaikan Kak Ade Rindu, karena panjang sekali motivasi-motivasi yang beliau sampaikan kepada Ryu dan hadirat lainnya ;D

Menghadiri acara penuh ilmu seperti itu sangat bermanfaat lho. Bukan hanya mendapat ilmu, namun juga bisa mendapat teman baru atau bahkan bertemu dengan teman yang tak terduga, seperti Ryu bertemu dengan teman satu organisasi yang tinggalnya cukup jauh dari rumah Ryu hehe.

Mungkin cukup sampai di sini laporan Kegiatan Rohani Ryu yang pertama di blog ini. Semoga akan ada postingan selanjutnya berlabel Kegiatan Rohani. Dan Ryu berharap semoga postingan ini memberi manfaat ^^v Aamiin.

Wallahua’lam bish shawab,

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarokaatuh.

Senin, 08 September 2014

Jilbab Syar'i itu Memudahkan

Jilbab Syar'i itu Memudahkan
Oleh : Ryu-chan (@ryu_ritsu)
Telah dipublikasikan di Jilbab ITU Cantik oleh Ryu-chan


Bismillah


“Jilbab Syar’i itu Memudahkan”

Oh ya? Benarkah?
Yes! Kalau ada yang bilang Jilbab syar’i itu kelihatan ribet dan memberatkan, artinya dia harus mencoba dan meneruskan. Hehe, nggak akan menyesal deh kalau sudah pakai.

Ada banyak kemudahan yang ditawarkan oleh jilbab syar’i.
Yang pertama, kita tidak perlu memakai mukena lagi jika hendak shalat di masjid saat sedang bepergian. Jika pakaian yang kita kenakan syar’i dan memenuhi syarat tutup aurat, artinya shalat kita InsyaaAllah sah hanya dengan memakai pakaian syar’i yang kita kenakan. Jangan lupa kaos kakinya ya.

Coba deh kalau hanya memakai kerudung tidak menutup dada dan celana jeans, otomatis yang namanya mukena jika hendak shalat di masjid itu penting banget. Harus cari ke sana ke mari. Belum lagi kalau mengantri. Aduh, repot kan?

Yang kedua, saat hendak menghadiri acara resmi. Kalau berjilbab syar’i, lebih mudah lho ketimbang tidak. Kita cukup pakai gamis/jilbab, kerudung menutup dada, kaos kaki, manset, memakai bedak tipis (tanpa tabarruj ya), dan... tada. Sudah siap! Bayangkan saja kalau tidak berjilbab syar’i. Kudu mix and match, dandan, uwel-uwel rambut, parfuman, nyari hi-heels, yah pokoknya rempong deh. Jadi, masih berani bilang Jilbab syar’i itu ribet?

Dan masih banyak kemudahan-kemudahan lainnya yang ditawarkan oleh si Jilbab Syar’i.



Masih keukeuh dengan pakaian ala baratmu? Sementara Allah sudah Memerintahkan kita untuk berjilbab syar’i yang jelas-jelas lebih memudahkan?
“...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu...” (QS. Al-Baqarah : 185)

Yuk ah move-on, jangan mempersulit diri dengan mengikuti trend masa kini. Jadilah pengikut fashion Islam sepanjang masa, yaitu jilbab syar’i nan melindungi :’)
Kalau bukan sekarang, kapan lagi?
Ssstt... Mumpung masih ada kesempatan lho ^^

Wallahua’lam bish shawab.