Senin, 15 September 2014

Khimar Ini

Khimar Ini
Karya : @ryu_ritsu
Minggu, 14 September 2014


          Aku masih termangu sambil menatap sehelai kain putih tebal nan lebar itu. Sejujurnya aku ingin memakainya, namun hati ini bergejolak. Detik pertama, aku enggan. Sedetik kemudian, aku ingin. Sebelumnya aku sudah memutuskan untuk memakainya mulai esok. Tapi lagi-lagi suara-suara semu itu terngiang di telingaku.
          “Kamu yakin mau pakai? Aku nggak yakin deh bakalan cocok,”
          “Kerudung kayak gini cuma buat anak pesantren. Kita? Anak SMA biasa! Pakai paris juga tutup aurat kok.”
          “Yang ada kamu kayak Ibu-ibu. Lagipula bakal susah dapet kerja, apalagi jodoh.”
          “Kuno! Kamu lebih cantik pake jeans ketat dan blus lengan pendek. Cantikmu bakal terpancar, dijamin!”
          Argh! Aku memang takut itu akan terjadi padaku. Susah dapat kerja, jodoh, terlihat seperti ibu-ibu, kuno...
          Tapi terkadang ketakutanku itu terkalahkan oleh rasa kagumku saat melihat seorang wanita berjilbab syar’i. Entah mengapa, ia terlihat lebih anggun. Kerudungnya berkibar saat angin lembut meniupnya. Membuat ia semakin terlihat cantik, bagiku. Jilbab lebar warna merahnya seakan serasi dengan kerudung merah gelap yang terulur begitu panjang sampai lutunya. Dan hati ini seakan terhipnotis dengan penampilannya, ingin mencoba juga.
          Ku raih kain tebal warna putih penuh perjuangan itu dari tempat tidurku. Ya, betapa sulit mendapatkan kain segiempat ini. Kehadirannya hampir sirna di tengah-tengah maraknya kerudung tipis nan menerawang itu. Dan harganya tak main-main, membuatku harus menabung ekstra untuk mendapatkannya. Namun aku tak pernah merasa sesal saat berhasil memilikinya. Yang ada hanya rasa gembira dan syukur.
          Lagi-lagi pikiran ini berlawanan kembali. Bagaimana jika aku tak pantas memakainya? Bagaimana kalau nanti tak ada yang mau berteman denganku karena aku berubah? Aku takut. Jujur, aku takut. Ini perubahan besar bagiku, dan tentunya bagi teman-temanku yang lain.
          “Sar! Sari! Makan dulu Nak,” suara Ibu terdengar dari balik pintu kamarku.
          Tanpa basa-basi aku langsung bangun dan keluar dari kamar menuju ruang makan. Saat di meja makan, aku langsung duduk dan segera menyantap makan siangku.
          “Sari, kamu tahu nggak, tadi si Kinan, anaknya Bu Eri, kena jambret.” kata Ibu sambil duduk di depanku dan menuang air ke dalam gelasku.
          Aku hampir tersedak mendengar berita menyedihkan itu.
          “Serius Bu? Apa yang dijambret?”
          “Tadi sepulang sekolah, Kinan jalan kaki sendirian. Waktu dia lewat gang sempit itu, tiba-tiba dia dijambret sama preman sekitar tempat itu. Gelang, cincin dan kalungnya jadi korban. Untung saja Kinan tidak diperlakukan buruk oleh mereka, karena sebelum Kinan hendak dibawa mereka, ada saksi dan langsung menolongnya.” jelas Ibu.
          “Astaghfirullah, Innalillahi. Kasihan ya Kinan.”
          “Makanya Sar. Kamu harus jaga diri kamu baik-baik. Jangan menampakkan perhiasan kalau jalan sendirian. Pokoknya harus hati-hati.” kata Ibu.
          Aku mengangguk sambil berpikir. Menyembunyikan perhiasan?
          Seusai makan dan mencuci piring, aku kembali ke kamar dan kembali berpikir. Kinan memang anak yang cantik dan sengaja tidak berkerudung agar ia nampak cantik. Ya, dia sendiri yang mengatakan itu padaku beberapa waktu lalu. Mungkin karena ia tidak berpakaian menutup aurat dan berhias terlalu banyak, ia jadi korban penjambretan. Ya Allah, sekarang aku mengerti kenapa Muslimah harus berjilbab syar’i.
          Tapi aku masih butuh penjelasan lain.
* * *
          Akhirnya selesai juga tugas Bahasa Indonesia. Mumpung masih sore, aku segera membuka tab baru dan membuka akun FaceBook-ku. Ya, hanya untuk memeriksa beberapa pemberitahuan dan grup kelas.
          Tiba-tiba aku menemukan sebuah postingan milik seorang temanku, Alisa. Judulnya membuatku merinding.
          Berjilbablah sekarang – Kita tak pernah tahu sampai kapan kita hidup.
          Cukup singkat, sehingga aku tertarik untuk membacanya.
         
          Yaa saudariku. Yuk kita segerakan berjilbab syar’i. Kenapa? Kamu belum siap?Oke. Mungkin kamu siap setelah kamu lulus SMA. Atau mungkin setelah kamu lulus kuliah. Jangan-jangan kamu berniat untuk pakai jilbab setelah menikah?
          Dear, apa yang kita rencanakan, hanya Allah yang tentukan. Contohnya, besok kita berencana datang ke rumah teman untuk meminjam buku. Qadarullah setiba di sana dia tidak ada, sementara buku yang akan kita pinjam harus segera kita pakai. Atau mungkin besok kita berencana untuk pergi ke sekolah. Qadarullah kita mengalami kecelakaan saat berangkat (na’udzubillahi min dzalik).
          Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi pada kita sedetik kemudian. Ya kan? Ada beberapa hal yang tidak bisa kita kendalikan, termasuk usia. Begitu pula dengan berjilbab. Ada kalanya besok kita tak punya kesempatan untuk berjilbab, sementara rambut ini masih tergerai bebas untuk dilihat ajnabi saat ini.
          Dear, jangan biarkan kain kafan nan putih sebagai hijab pertama kita. Mumpung kita masih hidup, masih bernafas, masih bergerak, yuk. Yuk sama-sama berjilbab. Biarkan kain lebar nan tebal menutupi tubuh indah kita. Ingat, bukan membalut. Tapi menutup. Semoga Allah memudahkan kita semua untuk menjadi lebih baik. Aamiin.

          Oke, dadaku sekarang berdegup kencang setelah membacanya. Memang bukan cerita mistis atau horor, tapi tulisan Alisa membuatku merinding ketakutan. Dia benar. Dia benar. Aku bahkan tidak tahu sampai kapan aku hidup!
          Aku buru-buru mematikan komputerku dan menghampiri kain putih segiempat yang sudah ku lipat rapi itu.
          Wahai pikiran. Mohon jangan buat aku ragu lagi. Aku ingin melaksanakan perintah Allah yang satu ini. Tolong jangan pikirkan hal-hal negatif lain yang terus saja memutari kepalaku.
          Dan dengan sekuat tenaga ku yakinkan diriku sendiri untuk mencoba kain khimar ini. Ku bentangkan kain itu di atas tempat tidurku, lalu kulipat ujungnya sedikit. Sambil menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya, aku angkat kain itu dan aku pakai di atas kepalaku.
          Aku buru-buru menghampiri cermin dan segera merapikan khimarku. Ku sematkan peniti di bawah dagu. Lalu ku pakai sesuai dengan tutorial khimar syar’i yang pernah ku baca di sebuah fanspage jilbab syar’i.
          Setelah ku rapikan, aku hampir tak percaya dengan bayangan cermin yang ku lihat. Siapa dia? Apakah dia aku?
          Aku masih diam sambil menatap cermin. Dan sedetik kemudian aku sadar. Betapa nyaman berkerudung seperti ini. Seperti perisai yang melindungiku dari sentuhan jahat. Seperti benteng kokoh yang melindungiku dari pandangan-pandangan haram para lelaki. MasyaaAllah. Betapa indah perasaan yang ku rasa sekarang.
          Tak sadar aku tersenyum bahagia. Bahagia karena akhirnya Allah tunjukkan sebuah hidayah padaku. Membukakan pintu hidayah untukku.
          Khimar ini, takkan pernah ku lepas.

* * *


2 komentar:

  1. MasyaaAllah, cerpennya seru..
    Menginspirasi banget :D :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aiih ada Astiii :DD Jazakillahu khairan udah mampir ke blog ini :'') Alhamdulillah, seneng dengernya :DD

      Hapus